Kenapa sih rapat mingguan penting bagi seorang Legioner?

Alokusio 25 Juni 2023, Buku Pegangan Bab 11 Bagian 5; halaman 84-85 “Rapat Mingguan Presidium”

Sebelum terangkat ke Surga, Yesus memberikan tugas kepada murid-murid-Nya (“pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku…”) dan juga menjanjikan Roh Kudus sebagai penolong. Setelah itu murid-murid kembali ke kota, naik ke ruang atas tempat mereka menginap, dan berdoa bersama Maria.
Pada saat disalib, Yesus memberikan Maria kepada murid-murid-Nya sebagai Ibu mereka, dan murid-murid menerima dan berpaling kepada Maria. Layaknya kita curhat dan diskusi dengan orang tua kita, dengan ibu kita, pada saat berkumpul, murid-murid selain berdoa, juga pasti ada pembicaraan. Ada curhatan (karena Yesus sudah pergi), ada diskusi (mengenai tugas dan Roh Kudus), dan dalam semua itu, Maria sebagai Ibu mereka menjadi pusatnya.

Rapat mingguan bisa dibilang mengenang pengalaman murid-murid pada peristiwa tersebut. Kita juga menerima tugas dari Yesus pada saat kita dibaptis, dan ada tugas-tugas kita sebagai Legioner. Yang kita lakukan pun sama, berkumpul setiap rapat mingguan di sekitar Maria, berdiskusi dan berdoa bersama. Yesus pun turut hadir, seperti kata ayat “di mana 2 atau 3 orang berkumpul dalam nama Yesus, di situ Yesus hadir”

Legio sendiri berarti pasukan, dan kita para legioner adalah pasukan yang sedang dilatih; Ibarat kita sedang dipersiapkan sebelum terjun berperang, yaitu menjalankan misi menyebarkan rahmat Maria. Rapat mingguan adalah sarana persiapan bagi Legioner, yang di dalamnya ada 2 bagian penting:

  1. Penugasan / assignment
    Rapat mingguan melatih kebersamaan dan kedisiplinan kita, dan pada saat itulah kita masing-masing diberikan tugas yang tujuannya adalah untuk menyenangkan hati Allah dan menyucikan diri. Kita juga melaporkan dan mengevaluasi setiap tugas yang telah kita laksanakan. Penting melakukan hal tersebut, supaya kita bisa menyadari anugerah Tuhan dan support dari Maria dan Roh kudus dalam setiap tugas yang telah kita jalankan. Tanpa laporan dan evaluasi, tugas yang kita lakukan tidak ada bedanya dengan tugas sukarela. Asal lewat saja dan tidak ada maknanya.
  2. Pengembangan / development
    Perlu diingat kembali bahwa tujuan Legio adalah kemuliaan Allah melalui kekudusan anggotanya. Kekudusan diperoleh bukan dari berbuat (doing), tapi dari pengembangan (building) {Bab 2; hal. 12 “Tujuan Legio Maria”}
    Pengembangan sendiri dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pelatihan (training/enrichment) dan tantangan (challenge), yang di mana kedua hal tersebut kita peroleh setiap kali menjalankan rapat mingguan. Dalam rapat mingguan kita memperoleh rahmat atas karya kita dan dicurahi semangat kedisiplinan rohani (morale boost), melalui doa-doa, bacaan rohani, serta alokusio. Ini adalah pelatihan (enrichment). Sedangkan tugas-tugas yang kita peroleh adalah tantangannya (challenge).

Rapat mingguan sedemikian lengkap, balance, dan sangat memperkaya kita sebagai Legioner, jadi tidak berlebihan kalau dalam bacaan, rapat mingguan disebut sebagai jantung, pembangkit tenaga, dan bahkan gudang harta bagi legioner. Ibarat misa adalah kewajiban umat katolik, rapat mingguan adalah suatu keharusan juga bagi Legioner. Kalau kita tidak bisa menjalani minggu sepenuhnya tanpa berkat ekaristi, sebagai Legioner kita tidak bisa menjadi kudus dan berkarya tanpa rapat mingguan.

Semoga kita selalu menghargai setiap kesempatan, tetap semangat dan disiplin dalam menjalani rapat mingguan kita, supaya kita bersama-sama terus bertumbuh dan semakin kuat dalam perbuatan dan keberadaan kita sebagai Legioner.

Deaven – Legioner Anak Muda –

putera dari Sdri. Wilsa (Bendahara Komi Jak Bar 2)

Kesetiaan Legioner

Buku Pegangan Bab 29 halaman 188
Alukosio oleh PR RD Antonius Didit Soepartono – Rapat Senatus ke 396-I/ Tahun ke-33


Tujuan organisasi adalah untuk mempersatukan banyak orang. Demikian pula Legio Maria, apabila memiliki semakin banyak anggota, maka tujuan ini akan semakin tercapai. Seluruh anggota akan dipersatukan dalam doa, karya, dan pelayanan bersama. Oleh karena itu, legioner seharusnya tidak memisahkan diri dan melakukan sesuatu berdasarkan kemauan sendiri.

Dasar persatuan adalah ‘kesetiaan’; kesetiaan anggota kepada presidium, kesetiaan presidium kepada kuria, dan seterusnya. Namun kesetiaan itu tidak hanya dilakukan oleh bagian yang paling rendah kepada bagian yang lebih tinggi, melainkan juga sebaliknya. Oleh karena itu, masing–masing dewan wajib memonitor dewan/ presidium di bawahnya. Selain itu, kesetiaan juga berarti setia kepada pimpinan gereja, bukan hanya kepada Pemimpin Rohani saja tetapi juga kepada Pastor Paroki setempat. Kesetiaan sejati yang sungguh dijiwai akan menghindari sikap menang sendiri/ egois. Legioner yang setia akan menunjukkan sikap Bunda Maria yang ia teladani, Bunda Maria yang taat kepada Tuhan dan firman Allah.

Buah kesetiaan adalah ‘ketaatan’ dan bukti ketaatan adalah kesiap-sediaan untuk melaksanakan tugas pelayanan dengan menerima keadaan dan keputusan yang sekalipun tidak menyenangkan dengan hati gembira. Legioner yang baik harus siap diutus ke mana pun tanpa pilih-pilih. Seorang perwira harus menjadi pemimpin yang memberikan contoh yang baik, bukan menjadi pimpinan yang hanya mau melihat hasil baik saja.

Legio Maria adalah pasukan -angkatan bersenjata- Perawan Yang Amat Rendah Hati. Bukan harus perang dengan senjata, namun di jaman sekarang ini kita diajak untuk menyangkal diri dari kedagingan kita. Walaupun dengan banyak keterbatasan kita, mari tetap mengupayakan memberikan yang terbaik dalam karya kita.

Pesan bagi semua legioner agar tidak bertindak, berkata, dan berpikir yang menimbulkan perpecahan atau pun menyebarkan isu yang tidak jelas. Bagi para perwira juga hendaknya tidak melalaikan kewajiban untuk hadir rapat dan memelihara anggotanya masing-masing. Perwira tidak hanya menjalankan tugasnya saja namun juga harus mempersiapkan regenerasi. Ingatlah kesetiaan dan ketaatan Bunda Maria yang merupakan teladan kita.

Dasar persatuan adalah ‘kesetiaan’. Buah kesetiaan adalah ‘ketaatan’. Bukti ketaatan adalah kesediaan untuk menerima keadaan dan keputusan yang tidak menyenangkan – harus menerima segalanya dengan hati gembira.

Membawa Damai

Matius 5 : 1 – 12
Alukosio oleh PR RD Antonius Didit Soepartono – Rapat Senatus ke 396-H/ Tahun ke -33


Bacaan rohani mengenai Sabda Bahagia merupakan pelajaran cinta tertulis yang mudah disampaikan atau dibaca namun sulit untuk dilaksanakan. Satu dari sepuluh ungkapan sabda bahagia tersebut adalah “Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anakanak Allah”. Membawa damai merupakan salah satu tugas kita bersama. Lalu apa yang dapat legioner lakukan untuk membawa damai terutama selama masa pandemi ini?

Yang pertama, pada 1 November, Gereja Katolik memperingati Hari Raya Semua Orang Kudus. Mari kita meneladani kesetiaan para Santo – Santa pelindung.

Lalu yang kedua, kita menjalin hubungan baik dengan masyarakat, apalagi saat ini sering sekali timbul konflik yang menggunakan agama dan ras sebagai tameng.

Berikutnya, seluruh perwira Legio Maria mulai dari Senatus hingga Presidium diharapkan dapat semakin kreatif untuk memperkenalkan Legio Maria kepada kaum muda maupun para lansia. Kondisi pandemi saat ini memaksa kita untuk lebih banyak beraktivitas secara online. Dengan demikian, yang jauh bisa menjadi dekat. Teknologi ini jika dimanfaatkan dengan baik, maka dapat memperkaya kuantitas dan kualitas Legio Maria.

Dengan kemajuan teknologi dan kegiatan online ini, perwira harus mengupayakan seluruh informasi dapat tersampaikan secara lengkap dan jelas kepada seluruh legioner, serta seharusnya kehadiran legioner dapat meningkat.

Kemudian, sebagai legioner kita harus tetap mengupayakan kehadiran rapat dengan sungguh-sungguh walaupun hanya online dan berdoa dengan tekun.

Serta kita bisa merencanakan habitus dan kegiatan positif untuk menyambut usia ke 100 tahun Legio Maria pada September 2021. Memang tidak banyak kegiatan yang dapat dilakukan selama masa pandemi ini. Namun apabila kita fokus dan sungguh-sungguh pada beberapa hal saja, maka hasilnya akan luar biasa.

Yang terpenting adalah kita mau dengan sepenuh hati mencintai dan melihat apa yang Tuhan kehendaki selama masa pandemi dan di tengah keterbatasan ini.

Mari budayakan memakai masker, menjaga jarak, mencuci tangan, menjaga kesehatan, dan segala hal yang dapat kita lakukan untuk berjuang di tengah situasi pandemi ini. Mari menjadikan hal-hal ini sebagai gaya hidup, sehingga bukan hanya menjaga diri sendiri tetapi juga menjaga orang lain di sekitar kita. Tuhan memberkati. Ave Maria.

Doa Rosario

Buku Pegangan Bab 18 halaman 118
Alukosio oleh APR Octavian Elang Diawan – Rapat Senatus ke-396-G/Tahun ke-33


Kita bersama memasuki bulan Oktober yang ditetapkan oleh Gereja sebagai bulan Rosario (bukan bulan Maria lho yah). Gereja menyadari betul bahwa Rosario memiliki peran istimewa dalam kehidupan iman Gereja.

Doa Rosario sudah dikenal di kalangan ordo Dominikan sejak abad XIII, tetapi baru memasyarakat setelah kemenangan tentara Kristen atas pasukan Turki di Lepanto. Pertempuran Lepanto adalah pertempuran laut yang terjadi pada tanggal 7 Oktober 1571 di Teluk Lepanto. Tentara Kekaisaran Ottoman berperang melawan tentara koalisi Kristen, yang disebut Liga Santa. Pertempuran itu melibatkan 6 kapal perang milik tentara Kristen melawan 208 kapal Ottoman. Selain itu, masing-masing pihak menurunkan sekitar 100.000 orang untuk berperang. Kekalahan tentara Turki merupakan pukulan yang telak dengan penenggelaman dan penahanan 205 kapal mereka, 30.000 korban jiwa, dan 8.000 tahanan perang.

Armada Kekaisaran Ottoman pada mulanya nampak tak terkalahkan. Namun kemenangan tentara Kristen yang dipimpin oleh Kekaisaran Spanyol, atas armada Turki di Teluk Lepanto memicu euforia di Roma. Di Roma Paus Pius V sibuk melakukan suatu hal yang tidak pernah akan dapat dilupakan dalam sejarah kekristenan.

Pertempuran berlangsung pada hari Minggu pertama bulan Oktober tahun itu dan kemenangan yang diraih diyakini sebagai akibat pertolongan “Rosario Santa Perawan Maria”. Sejak saat itu, doa Rosario menjadi populer di kalangan umat.

Pertempuran Lepanto

Menurut berbagai laporan, selama pertempuran berlangsung, di Roma Paus Pius V menunggu hasil perang sambil berdoa Rosario. Di tengah doa, beliau keluar dari kapel dan mengumumkan kepada semua umat beriman yang hadir, bahwa dalam sebuah penampakan beliau melihat Allah memberikan kemenangan kepada tentara Kristen dengan perantaraan doa Santa Perawan Maria. Demikianlah, setiap tanggal 7 Oktober Gereja Katolik merayakan peringatan wajib Rosario Santa Perawan Maria.

Rosario (dari bahasa Latin rosarium “mawar”) adalah doa tradisional Katolik yang merenungkan dua puluh “peristiwa” dalam kehidupan Yesus Kristus dan Bunda Maria. Doa ini mulai diperkenalkan sekitar tahun 800-an, untuk menggantikan doa Mazmur bagi umat yang buta huruf. Pada akhir abad pertengahan doa ini mulai ditinggalkan umat, sampai Beato Alano de la Roca menghidupkannya kembali di Köln (Jerman) pada abad ke-15.

SIKAP BATIN DALAM DOA ROSARIO

Yang pertama, pusat doa Rosario adalah Tuhan Yesus Kristus, karena Rosario adalah saripati peristiwa Injil. Maka baik kiranya kita bisa berdoa Rosario untuk semua peristiwa, artinya janganlah kita mengidolakan sebuah peristiwa tertentu dan terpaku pada satu peristiwa itu saja setiap kali berdoa Rosario.

Yang kedua, dalam melaksanakan Doa Rosario hendaklah batin kita benar-benar terisi oleh tenaga kekaguman akan kasih Allah melalui pengurbanaan Kristus, terisi dengan luapan rasa syukur kepada Allah atas pemeliharan jiwa dan badan kita, terisi dengan semangat untuk memperbaiki kualitas hidup rohani kita, serta terisi dengan pernyataan ungkapan-ungkapan iman yang meneguhkan dan menunjukkan ketergantungan kita pada Allah.

Seperti halnya Doa Rosario diyakini telah membawa laskar Kristen memenangkan pertempuran dahsyat di Lepanto, maka doa Rosario yang sama kiranya akan memampukan kita memenangkan peperangan dahsyat masa kini, di mana Gereja sedang berperang melawan arus sekularisme, hedonisme, materialisme, dan lain-lain. Tuhan memberkati. Ave Maria.

Waktu yang Tepat

Buku Pegangan Bab 18 halaman 117
Alukosio oleh APR Octavian Elang Diawan – Rapat Senatus ke-396-F/Tahun ke-33


Penggunaan waktu yang tepat dan intensif cenderung menghasilkan pencapaian yang besar. Istilah kerennya adalah ‘terfokus’. Fokus memungkinkan sinar matahari yang terkumpul melalui suryakanta memiliki kemampuan membakar. Fokus juga membuat seorang pelajar bisa mencapai prestasi tinggi di sekolahnya. Selain itu, tahukah Anda mengapa ada doa Novena 9 selama hari berturut-turut? Novena ini adalah sarana agar tenaga spiritual kita terfokus, sehingga Tuhan lebih mungkin untuk menjawab doa kita. Fokus membuat tugas-tugas yang dikerjakan menjadi efektif dan menyenangkan.

Para legioner terkasih, bacaan rohani hari ini terkait dengan ‘waktu yang tepat’ dalam menyelenggarakan rapat presidium. Waktu yang tepat berarti rapat dilaksanakan pada jam yang pasti, dimulai dan diakhiri pada jam yang tepat, dan waktu ini seyogyanya tidak penah berubah. Demikian pula dengan hari kapan rapat dilaksanakan. Penghargaan terhadap rapat presidium menuntut kita berfokus dalam waktu yang telah ditetapkan dan disediakan. Peraturan buku pegangan tentang waktu yang ketat bukan dimaksudkan sekedar untuk menampilkan kesan disiplin ala tentara Romawi saja, melainkan bagaimana kita berusaha memfokuskan hati dan pikiran kita pada jalannya rapat. Dengan demikian rapat presidium akan menjadi rapat yang berkualitas, baik efektif secara adminsitrasi, harmoni secara interaksi sosial antar anggotanya, berkembang dari sisi mutu kepribadian, dan berkembang secara spiritual. Rapat presidium adalah perjumpaan para legioner dengan Maria. Tentu akan menjadi duka cita Maria bila perjumpaan para legioner dengan Ibunya yang suci dilaksanakan tidak dengan semangat fokus atau ala kadarnya.

Jadwal rapat yang tidak teratur dan sesuka hati ibarat sebuah suryakanta yang selalu bergerak kesana kemari. Sekalipun suryakanta yang terus bergerak itu diekspos ke cahaya matahari di siang yang terik, toh tindakan ini tak akan mampu mengumpulkan tenaga matahari sampai memiliki daya bakar yang tinggi. Rapat presidium yang sering berubah waktunya tentu juga tak akan memberikan daya bakar/ pertumbuhan tenaga spiritual pada para anggotanya, sebab hal ini mencerminkan bahwa para legioner ini lebih tertarik dengan urusan lainnya.

Jadi hendaklah para legioner senantiasa berusaha menghormati keluhuran rapat presidium dengan menentukan jadwal yang tegas, jelas, dan masuk akal berdasarkan situasi dan kondisi, kemudian barulah para legioner menyesuaikan jadwal tugas-tugas kehidupan yang lain.

Rasul Paulus menuliskan pesan indah kepada jemaat di Kolose: “Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” (Kolose 2: 23). Rasul Paulus menasehati agar kita melakukan yang terbaik terhadap SEGALA TUGAS KITA – apapun itu, terlebih lagi bila tugas itu adalah duduk bersama berbincang dalam kasih dari hati ke hati kepada Maria – Ibu Sang Juru Selamat. Jadi, marilah kita hormati rapat presidium dengan cinta yang berkobar kepada Maria. Waktu yang tepat menjadi bagian pokok dari upaya ini. Tuhan memberkati. Ave Maria.

Setiap Rapat Presidium Diatur Menurut Tata Letak yang Seragam

Buku Pegangan halaman 116 Bab 18 poin 1.
Alukosio oleh APR Octavian Elang Diawan – Rapat Senatus ke – 396 – E / Tahun ke – 33
.


Estetika Rohani dalam Rapat Presidium

Gereja Katolik memiliki khasanah estetika rohani yang sangat tinggi. Hal ini juga diikuti oleh Legio Maria. Dalam rapat presidium, kita menghadirkan sebuah altar rapat yang dibuat sedemikian rupa sehingga keindahan rohani dapat dihadirkan.

Altar rapat Legio Maria pada hakikatnya bukanlah sekedar hiasan belaka, melainkan sebuah sarana fisik yang berfungsi untuk menghadirkan Maria secara batin dalam rapat itu. Benda-benda yang ditaruh di meja altar seluruhnya mengandung simbolisasi semangat rohani berdevosi yang sangat dalam. Oleh karena itu penting sekali setiap legioner memahami makna altar rapat ini dan mengungkapkannya melalui tindak tanduk yang terpuji selama mengikuti rapat.

Di tengah meja diletakkan patung Ibu Maria. Patung itu tetaplah sekedar benda mati plastik atau tembikar yang bisa kita beli di toko. Namun kita harus mampu melihat sampai jauh, yaitu sampai pada kesadaran bahwa patung Ibu Maria yang diletakkan di tengah meja hendak mengajak para peserta rapat untuk menyadari kehadiran rohani Ibu Maria.

Dengan demikian rapat presidium bukan saja sekedar perjumpaan sosial antar teman anggota legio, melainkan perjumpaan rohani antar teman anggota legio dengan Ibu Maria sendiri. Setiap orang yang berhasil memahami makna ini akan mengagungkan rapat. Rapat menjadi sebuah doa yang tak tergantikan karena sifat keindahannya yang adikodrati. Perhatian anggota sepenuhnya akan tertuju pada Ibu Maria yang memimpin rapat, bukan sebatas Mister X atau Ms Y sebagai sang ketua presidium.

Rapat adalah Bagian Pembentukan Karakter Legioner

Kesungguhan mengikuti jalannya rapat juga akan terbangun. Kita melaporkan tugas dengan penuh semangat dan suara jelas. Secara alamiah kita juga akan merasa ‘malu’ bila tidak melaksanakan tugas dengan baik. Tetapi hal ini dilakukan karena penghormatan dan tanggung jawab kita pada Ibu Maria yang hadir, bukan karena sekedar instruksi dogmatis.

Pada akhirnya, kesadaran atas kehadiran Ibu Maria juga akan membantu kita untuk membentuk presidium sebagai komunitas. Sebuah komunitas adalah sebuah kebersamaan yang saling mendukung dan saling meneguhkan, untuk bersama-sama menuju Hati Yesus yang Maha Kudus. Kita bersama-sama membentuk presidium dan menjadikannya keluarga kecil dengan inspirasi keluarga kudus Nazaret masa kini.

Jadi marilah kita sungguh-sungguh menghormati dan menghayati kekayaan estetika rohani Legio Maria ini. Mari kita laksanakan rapat dengan menyiapkan patung Ibu yang baik, kita siapkan vas dengan bunga yang baik, kita siapkan taplak paling bersih, kita siapkan pula vexilum yang pantas. Meja altar bukanlah hiasan rapat semata, melainkan sebuah cara agung dan sakral untuk meningkatkan mutu karakter rohani kita sebagai anak-anak Maria.

Jiwa-jiwa Legioner yang Sudah Meninggal

Buku Pegangan Bab 17 halaman 114
Alokusio oleh APR Octavian Elang Diawan – Rapat Senatus ke-396-D/Tahun ke-33


Ajaran yang mendasari pemuliaan jiwa-jiwa yang sudah meninggal adalah pemahaman terhadap Gereja yang merupakan Persekutuan Orang Kudus. Hal ini tertuang dalam doa Aku Percaya “…… Aku percaya akan Roh Kudus, Gereja Katolik yang Kudus, Persekutuan para Kudus, dst… Amin.”

Gereja sebagai Persekutuan Orang Kudus dapat dilihat dalam 3 unsur yaitu :

      • Gereja Berziarah, yakni komunitas umat beriman yang hidup di dunia seperti kita semua saat ini.
      • Gereja Mulia, yakni komunitas jiwa-jiwa mulia di surga bersama Allah Bapa, dan
      • Gereja Pemurnian, yakni kelompok jiwa-jiwa yang masih ada di dalam api penyucian.

Jadi sebagai Gereja, kita yang masih ada di dunia ini terhubung dengan mereka yang ada di Surga maupun di dalam api penyucian. jemaat yang membentuk Gereja Semesta yang adikodrati. Rasul Paulus menegaskan secara luar biasa dalam suratnya kepada umat di Roma “Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Roma 8:38-39).

Kasih Allah dalam Kristus Yesus-lah yang menyatukan kita yang masih di dunia dengan mereka yang sudah wafat. Atas kesadaran inilah, kita para Legioner dipanggil untuk tetap menjaga hubungan kasih dengan mereka yang sudah meninggal dengan cara mengirimkan kado-kado kasih berupa doa. Kado-kado ini akan sangat berguna, terlebih bagi para anggota Gereja yang Dimurnikan, yakni mereka yang masih ada dalam api penyucian.

Api penyucian adalah suasana pembersihan spiritual bagi jiwa-jiwa yang masih perlu pemurnian sebelum menjadi anggota Gereja Mulia di surga. Doa-doa kita di dunia akan sangat membantu jiwa-jiwa tersebut dalam upaya pembersihan spiritualnya.

Legio Maria sebagai komunitas yang selalu berdoa tentu akan menyambut baik kesempatan berdoa bagi jiwa-jiwa dalam Gereja Pemurnian. Doa-doa kita menunjukkan kita menghidupi semangat bahwa kita terhubung satu sama lain sebagai jemaat Gereja Semesta yang adikodrati. Tentu kelak bila kita harus melewati fase Gereja Pemurnian, kita juga akan membutuhkan kado-kado kasih dari para legioner yang masih ada di dunia dengan doa-doa serupa dari mereka.